Perjalanan mendebarkan menuruni lereng Rinjani
Table of Contents

Kami masih sempat susul-susulan dengan team Mas Tremo, bahkan rekan rekan sempat sholat bareng tapi entah mengapa setelah itu kami tidak pernah ketemu dengan team Mas Tremo begitupun rombongan yang lain. Sepertinya kami adalah team terakhir. Hari sudah gelap, headlamp pun mulai membantu penerangan jalan kami. Tidak ada petunjuk arah yang jelas selama perjalanan, kami hanya mengikuti jalan setapak yang ada dan tidak ada masalah walaupun tidak satupun dari kami yang pernah kemari. Masalah timbul pada saat ada persimpangan kecil dan kami tidak tahu harus kemana, kami harus memperhatikan tapak tapak kaki di jalan setapak, kemana pendaki sebelumnya melangkah.

Pagi hari itu berkabut jadi kami tidak bisa melihat sunrise dan setelah terang begini baru kita bisa melihat bahwa tenda kita menghadap danau Segara Anak, jadi pada saat tenda dibuka kita akan langsung melihat danau yang dikelilingi gugusan bukit bukit dan di danau ini juga terdapat Gunung Baru. Kabut datang dan pergi menutupi Gunung Baru dan gugusan bukit yang ada.
Beberapa pendaki tampak sibuk memancing, di danau ini memang banyak ikannya bahkan ada yang porter yang hanya menggunakan tangan untuk menangkapnya.Air danau ini kurang jernih, tapi kata mereka bisa diminum tetapi karena ada sumber air yang lebih bagus sekitar 20 menit dari Segara Anak, aku, Debi dan Pampam memutuskan untuk kesana.
Ternyata air terjun dan air panas di Gunung Rinjani ini berlokasi di dekat sumber air ini, walaupun sempat baca di blog kami tidak tahu letak pastinya jadi saat kemari kami tidak membawa baju ganti dan perlengkapan untuk mandi. Tetapi godaan kolam kolam air panas yang terbentuk dari aliran air terjun tersebut begitu mengoda, jadilah aku dan Pampam berendam dan membersihkan diri tanpa sehelai benangpun, sementara Debi mengungsi ke tempat lain.
Saat kembali ke tenda dengan stock air minum yang cukup buat perjalanan turun, sarapan sudah menunggu kami, terima kasih chef Harry. Kami sudah molor dari jadwal yang ada di itinerary jadi kami pun bergegas untuk melanjutkan perjalanan turun gunung Rinjani melalui jalur Senaru. Perjalanan pulang ini kami kembali beriring-iringan dengan team Mas Trimo.

Kita berjalan mengitari danau Segara Anak, di sisi lain banyak lokasi yang landai tetapi entah mengapa tidak banyak tenda yang berdiri di sini. Kita mulai mendaki bukit, meningalkan danau segara anak dibelakang lalu track padang ilalang yang berwarna bata menunggu kita didepan, indah sekali.
Jalur trekking Segara Anak - Pelawangan Senaru memang terkenal berat, lutut dan dada saling ketemu karena terjalnya medan yang harus kita daki. Medan tanjakannya tanah yang berbatu-batu. Bisa dibilang tidak ada bonus sama sekali, jalan datar 10 meter, tanjakan, jalan mendaki sebentar, terus tanjakan lagi. Benar benar melelahkan dan menghabiskan tenaga.

Medan terberat adalah dari Segara Anak ke Batu Ceper, tapi pemandangan dari Batu Ceper bagus sekali, Segara Anak. Jalur dari Senaru ini walau berat tetapi pemandangannya bagus, sering seringlah melihat kebelakang atau kesamping kiri, segara anak akan begitu sering kelihatan.
Setelah perjalanan cukup panjang akhirnya sampai juga di Pelawangan Senalun dengan perut keroncongan. Debi sudah menunggu kami, dia kalau turunan memang lebih cepat. Banyak rombongan yang sedang istirahat disini sambil menikmati pemandangan Segara Anak. Tak ingin kemalaman dijalan, setelah makan siang kami pun langsung berangkat meneruskan perjalanan.
Para porter di dekat tenda kami di Segara Anak memberi nasihat agar tidak meneruskan perjalanan ke Basecamp Senaru apabila sudah kemalaman dan di Pelawangn Senaru in pun kami dinasihati yang sama. Menurut mereka jalur Senaru ini terkenal kemistisannya, khusunya di sekitar pos 2 sehingga kalau sudah malam jalur ini sangat sepi disarankan kalau berjalan malam mendingan dari jalur Sembalun. Lebih baik kemping di pos 3 atau kalau nekat turun harus bersama rombongan lain, jangan hanya berempat.
Matahari sudah tenggelam saat kami sampai di pos 3, sempat ragu mau turun atau kemping karena sudah kemalaman, tetapi akhirnya memutuskan untuk turun demi mengejar perjalanan besok ke Sumbawa. Kami turun bareng team Mas Tremo dan juga rombongan lain, total 13 orang dan hanya aku dan pampam yang perempua. Medan trekking dari pos 3 sampai dengan basecamp sudah tidak terlalu sulit, jalan setapak tanah dengan akar-akar pohon. Rombongan diatur sedemikian rupa, posisiku dan Pampam ditengah barisan, setiap peserta mengikuti aba-aba team lead yang memimpin di depan. Jika ingin istirahat atau sekedar mengikat tali sepatu harus diinformasikan ke yang lain agar team yang didepan menjaga jarak, intinya kita tidak bisa berjalan terpisah, harus beriringan, 1 orang lambat maka semua akan lambat.
Ada saat-saat dimana kami harus berhenti dan menjaga keheningan (hanya merekalah yang tahu kenapa). Perjalanan yang sedikit mencekam, terkadang ada perasaan merinding aku bahkan sampai berdoa Salam Maria dan Bapa Kami pada saat merasakan perasaan tidak enak. Semua orang tampak lelah tetapi tetap berusaha meneruskan perjalanan.
Akhirnya setelah perjalanan panjang penuh deg deg-an malam ini, kami tiba juga di gerbang Senaru sekitar pukul 2 pagi dan mencoba beristirahat di pendopo warung di dekat gerbang bahkan Pampam dan Debi sudah mulai tertidur, tapi aku tak bisa memejamkan mata karena kedingingan padahal aku sudah memakai baju yang berlapis lapis plus akhirnya mengeluarkan sleeping bag.
Kokokan ayam membangunkan yang tertidur, sementara aku sudah dari subuh menghangatkan diri di api unggun sambil menikmati pisang bakar. Setelah saling berpamitan dan photo bersama satu demi satu para pendaki pun turun ke basecamp.

Banyak warung di sekitar Basecamp Senaru ini, bahkan ada beberapa homestay. Saat sarapan kami malah ketemu lagi dengan rombongan yang lain, mereka juga sedang menikmati sarapan. Ada yang akan berangkat ke Gili Trawangan dan ada juga yang langsung pulang ke kota masing masing. Dan kami pun mendapatkan cerita bahwa tadi malam, saat kami tiba-tiba disuruh untuk berhenti berjalan dan menjaga keheningan (tepatnya dimana aku lupa sepertinya diantara pos 2 bayangan dan pos 2), katanya ada kuntilanak lagi terbang diatas kami, tapi mereka tidak cerita detailnya seperti apa.
Sebelum melanjutkan perjalanan kami menuju air terjun Sendang Gile sekitar 20 menit berjalan kaki, setiap harus menuruni tangga kakiku sakitnya minta ampun, cidera otot. Hari dan Debi berendam sementara aku dan Pampam hanya merendam kaki. Air terjunnya menurutku biasa saja, tidak ada yang terlalu istimewa, maklum aku bukan pecinta air terjun.