Menggapai Puncak Rinjani

Table of Contents
Perjuangan sebenarnya baru dimulai hari ini, kita akan melewati/mendaki 7 bukit dengan kemiringan hampir 70% yang terkenal dengan nama tanjakan penyesalan. Kenapa dinamakan tanyakan penyesalan? Karena disinilah katanya nyali pendaki diuji, pada saat sudah mencapai puncak bukit yang satu, puncak-puncak yang lain sudah menunggu di depan. Mau melanjutkan rasanya berat, mau menyerah juga sama beratnya, turunnya juga jauh.
Jalur Pendakian Pos 2 ke Pos 3
Track pendakian sampai dengan pos 3 masih didominasi oleh padang savana, jalur tracking sudah mulai menanjak walaupun belum terlalu berat. Mungkin karena suasana masih pagi, kita banyak bertemu dengan team yang lain. Di pos 3 ini agak adem karena berada di balik batu besar (apa itu tebing kecil ya?), jadi banyak pendaki lain yang beristirahat disini. Memasak untuk makan siang disini juga bagus karena ada sumber air. Jangan lupa isi ulang perbekalan air minum disini karena sampai dengan pelawangan sembalun tidak ada mata air lagi untuk mengisi ulang.
Pendaki yang beristirahat di pos 3
Siapkan mental dan tenaga untuk jalur pos 3 ke pelawangan sembalun, starting poin nya saja sudah memiliki kemiringan sampai dengan 45 derajat, tetapi bapak bapak porter yang membawa beban begitu berat tampak santai saja melewati track tersebut. Ada yang hanya memakai sandal jepit, bahkan ada juga yang bertelanjang kaki. Rate porter sekitar Rp. 150.000/hari. Kamu mau bawa barang seberat itu dengan medan seperti ini dengan bayaran seperti itu?
Track pendakian Pos 3 ke Pelawangan Sembalun
Awal perjalanan kami berempat masih berjalan beriringan tetapi di tengah jalan sudah mulai terpencar. Harry dan Pampam memimpin di depan sementara aku dan Debi silih berganti di posisi ketiga dan juru kunci. Aku sepertinya memang kurang banyak latihan lari sebelum pendakian, tidak seperti waktu pendakian Semeru, jadi betisku seperti kram, cepat pegel kalo dibawa jalan.

Siang hari berjalan sendiri tanpa team sama sekali tidak membuatku takut karena jalur ini termasuk sangat ramai, selalu ada saja orang yang akan menyapa "excuse me" "misi" atau bahkan sampai kenalan. Saya akhirnya malah nempel dengan rombongan mas Tremo dari Semarang, trus team 1 cowok dari Semarang dan team dari Yogya. Kita berjalan susul susulan, berhenti bareng, photo bareng dan saling menawarkan stock makanan masing masing. Mas Tremo bahkan menawarkan untuk mampir ke tendanya nanti untuk makan bakwan (dia nggak tahu kalau yang dia tawarin ini orangnya tidak tahu malu).

Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30 saat kami benar benar telah menemukan tempat datar bukan hanya PHP seperti sebelum-sebelumnyam, area kemping masih sekitar setengah jam lagi tetapi yang terpenting medan yang paling berat sudah terlewati. Jika dihitung hitung mulai dari pos 2 kami sudah berjalan kurang lebih 6 jam, bolehlah meluruskan kaki dulu sebentar sebelum lanjut ke area kemping.
Bersama-dengan-pendaki-lain
Harry dan Pampam sudah mulai mendirikan tenda saat kami tiba, tetapi karena lokasinya yang kurang bagus kami pindah lagi ke lokasi lainnya, tidak jauh dari sumber mata air. Eh malah jodoh, tenda kami bersebelahan dengan tenda Mas Tremo dan team lain yang lain akhirnya jadi juga makan bakwan.Kita cewek cewek minum teh manis hasil jarahan dari tenda Mas Tremo sementara Debi dan Harry sibuk memasang tenda.

Mungkin karena kasian, mas Tremo malah nawarin untuk makan bareng saja dan tentu saja idenya aku sambut dengan anggukan setuju dengan mantap. Jadilah akhirnya malamnya kita makan bareng, masing masing mengeluarkan lauk andalan dan saling berbagi. Indahnya kebersamaan dan itulah gunanya tidak sungkan sungkan kalau naik gunung. Terima kasih Mas Tremo dan team.
Area-kemping-di-Pelawangan sembalun Rinjani
Jam 1 kami sudah baersiap-siap untuk summit. Beriring-iringan dengan rombongan lain kita pun memulai summit. Medan pendakian terjal, curam, sempit dan berbatu-batu. Tekstur tanahnya berpasir kasar dan berkerikil, sangat berbeda dengan yang di Semeru yang lebih didominasi oleh pasir. Harry memimpin didepan diikuti olehku, Debi dan Pampam, udara sangat dingin khususnya saat kita berhenti bergerak, dinginnya menusuk  tulang, aku tak  sanggup kalau berhenti terlalu lama. Bagiku lebih baik berjalan perlahan, berhenti sebentar, jalan kembali karena dengan begitu bisa menjaga suhu badanku.

Awalnya jarak kita berempat tidak terlalu jauh dan masih susul susulan tetapi saat Debi dan Pampam beristirahat cukup lama menurutku, aku pun memutuskan jalan duluan menyusul Harry yang aku pikir sudah berada jauh didepa.  Sudah lama aku melangkah, sosok Harry tidak kutemukan dan Debi dan Pampam pun belum menyusulku padahal aku berjalan cukup pelan. Berjalan bersama dengan rombongan lain aku pun tetap melanjutkan menuju puncak, rombongan yang melewatiku memberikan dorongan semangat untuk tetap melangkah apalagi saat aku terduduk di tanah berpasir mengambil napas dan meluruskan kaki sebentar.
Sunrise Rinjani
Aku masih berada di lereng gunung Rinjani saat semburat jingga mulai muncul di ufuk timur, aku memutuskan untuk menyaksiakn sebentar disini baru kemudian melanjutkan perjalanan ke muncak. Menikmati sang mentari yang perlahan lahan muncul sampai akhirnya ia muncul dengan sempurna.
Perfect Sunrise di puncak Rinjani
Melanjutkan perjalanan sekitar 20 menit aku pun akhirnya sampai di puncak Rinjani yang sempit, aku melirik jam di lengan kiriku yang menunjukan pukul 5.30 pagi. Mataku berkeliling, tetapi sosok Harry tidak kutemukan (ternyata dia masih ada di belakangku), untunglah ada rombongan Mas Tremo. Lima belas menit Harry muncul, disusul Debi dan Pampam.
Complete team di puncak Rinjani
Puncak Rinjani memanjang dan sempit, untuk mengambil photo di spot spot tertentu kita harus mengantri karena kiri kanannya langsung jurang. Tetapi pemandangannya sangat mengagumkan, di sebelah kanan danau Segara Anak tampak kebiruan dari jauh yang dikelilingi bukit savana. Benar benar pemandangan yang tidak mampu dilukiskan oleh kata-kata.
Rinjani
Jalur Summit Rinjani
Tidak seperti Semeru yang perjalanan turunnya bisa ditempuh 50% dari waktu pendakian, di gunung Rinjani ini sama saja. Jalanan agak licik dan berbatu batu, kebayang dong sakitnya bagaimana kalau harus terjatuh. Sempat berbincang bincang dengan seorang pendaki wanita dari Bogor pada saat di puncak dan ternyata kami berteman di facebook karena pernah trip bareng ke Bromo dan lebih lucunya sama sekali kami tidak tahu kami temanan sampai dia postin photo di facebook dan masuk timeline saya. Jauh-jauh dari Jakarta dan entah sudah berapa tahun tidak ketemu, malah ketemunya di Rinjani.
Rinjani
Kami sampai di tenda sekitar jam 11 pagi, Debi dan team mas Tremo sudah hampir selesai masak dan kami diundang makan siang lagi. "Mba Putri, mau makan bareng lagi nggak?" tanya mas Tremo. Undangan kan ya? Dan tentu saja aku iyakan. Matahari sangat terik karena tidak ada pepohonan yang menjadi pelindung tenda dan hebatnya Debi dan Pampam masih bisa tertidur. Kalau tidak ditutup rasanya seperti dipanggang didalam, sementara kalau tenda dibuka kami kuatir monyet monyet akan menjarah bahan makanan lagi seperti stock gula sebelumnya. Banyak monyet monyet nakal di area kemping kami, barang barang diluar tenda perlu diawasi.

Post a Comment