Jelajah Sabang, kota tanpa rambu lalu lintas

Table of Contents
Hammock selalu menjadi rebutan di pagi hari, semua orang mengatur posisi di balkon kamar. Hari ini adalah hari terakhir kami di Iboih, perjalanan akan dilanjutkan ke rumah teman di Banda Aceh, ya hari ini kami akan menginap di rumah seorang teman lama, lumayan irit penginapan dan makan malam karena teman ini berjanji mau masakin buat kami (tamunya nggak tahu diri).
Related Article : Hidden Paradise Pulau Weh

Plannning boleh saja ada tetapi yang menang adalah kondisi di lapangan Disaat sibuk packing tiba-tiba salah seorang teman mengeluhkan sakit di bagian perutnya, mukanya pucat dan merintih menahan sakit. Kami bertiga bertatapan dan berharap ini hanyalah masuk angin biasa dan akan segera berlalu setelah minum obat sakit perut tetapi ternyata berjalan saja ia tidak sanggup apalagi nanti untuk menyebrang ke Banda Aceh. 

Keputusan pun diambil, berkunjung ke rumah sakit di Sabang dan menginap di Sabang. Dengan tidak enak hati kami membatalkan rencana menginap di tempat teman di Banda Aceh, tidak enak karena ia sudah menyiapkan makanan untuk kami, tetapi untunglah ia bisa mengerti. Kak Ros membantu mencarikan kapal untuk mengantarkan kami ke jetty di Teupin Layeu, cukup memberikan uang rokok saja ke supir kapalnya,waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang.

Sempat bingung apakah kami langsung ke rumah sakit atau singgah dulu di KM 0, tetapi kebingungan kami langsung dijawab lidia agar tetap melanjutkan perjalanan sementara ia akan beristirahat di dalam mobil.

KM 0 Sabang
KM 0 tidak jauh letaknya dari persimpangan Iboih, ke arah kanan kalau kita datang dari Iboih. Tugu KM 0 ini sebenarnya tidak menarik sama sekali, kalau tidak ada tulisan KM 0 di lokasi ini mungkin orang juga tidak tahu kalau tugu ini adalah tugu KM 0 walaupun sebenarnya tugu/letak km 0 masih jauh masuk ke dalam hutan sana yang dijaga oleh tentara kita. Untuk sertifikat bisa didapatkan di warung dekat tugu berada atau kalau habis bisa didapatkan di toko di pusat kota (biasanya para supir mobil sudah tahu tempatnya)
Pantai Gapang
Pantai Gapang sangat sepi, terdapat resort yang saya lihat kurang terawat. Pasir Pantai Gapang agak kasar dan berwarna kekuning kuningan dan juga berbatu batu. Lautnya sih bersih, berwarna biru muda yang menandakan tidak dalam.
Pantai Gapang
Dalam perjalanan si bang Har menawarkan untuk mampir di air terjun Pria Laot, tapi harus trekking sekitar 20 menit, tentu saja kami berminat. Tracknya sudah bagus, bahkan ada yang sudah disemen sehingga bisa naik motor ke dalam dan dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 10 menit. View sepanjang perjalanan lumayan bagus, kita melewati sungai-sungai kecil aliran dari air terjun tersebut. Air terjunnya tidak begitu tinggi, tersembunyi dibalik batu-batu besar tetapi cukup indah dan airnya sangat segar, sayang kita tidak punya waktu untuk bermain air, jadi cukup puas berphoto-photo saja.
Trekking path ke air terjun Pria Laot
Air terjun Pria Laot
Perjalanan dilanjutkan ke Sabang tetapi kita singgah di salah satu spot untuk melihat pulau Klah dan menikmati rujak Klah yang katanya terkenal tapi menurutku rasanya biasa saja.
View Pulau Klah
Dari rumah sakit kami mencari hotel, tujuan pertama adalah hotel the Freddie tetapi sayangnya penuh, beralih ke Casanemo, penuh juga, jadi kita harus cukup puas tinggal di hostel Perdana Beach, di dekat hotel Casanemo dan untuk mengakses pantai kita bisa masuk dari Casanemo.
The Freddies, Pantai Sumur Tiga
Tanpa membuang waktu kami bertiga minus yang sakit melanjutkan explore kota Sabang. Yang pertama adalah pantai Sumur Tiga, nama ini diberikan karena di sepanjang pantai ini terdapat 3 sumur air tawar, yang pertama letaknya berada di pantai sebelum hotel the Freddies, yang kedua ada di Freddies dan yang ketiga ada di hotel Casanemo dan dilanjutkan ke Goa Jepang.
Goa Jepang Sabang
Goa jepang ini posisinya dekat dengan pantai anoi hitam, dari atas tebing Goa Jepang kita bisa melihat pantai anoi hitam yang tampak biasa-biasa saja, hanya warna pasirnya saja yang hitam
View laut dari lokasi gua jepang Sabang
Perjalanan kembali ke hotel kami melewati jalur yang berbeda yaitu melalui Balohan, yang pemandangannya sangat bagus.
View Balohan Sabang
Untuk membeli oleh-oleh dan pernak-pernik yang lebih murah dibanding toko lainnya di kota Sabang berlokasi di depan pusajera Sabang, saya sangat suka dengan rasa Bakpia Sabang. Jangan lupa untuk makan mie aceh & kopi tarik di Aceh, kami makan di daerah simpang lima, rasanya enak dan pelayannya juga baik, dapat free beberapa bolu dan pelayannya asyik ngobrol-ngobrol di meja kami, untungnya bossnya tidak marah.
Simpang LIma Sabang
Simpang LIma Sabang
Dalam perjalanan bang Har sempat menanyakan apakah kami melihat rambu lalu lintas (merah, kuning, hijau). Jujur saja kami tidak memperhatikan hal ini karena jalanan di Sabang yang sangat lancar, jadi sekalipun kami tidak memperhatikan sehingga kami tidak sadar bahwa memang tidak ada rambu lalu lintas ini di Sabang. Sabang mereka plesetkan dengan Santai Banget.

Post a Comment