Ijen, blue firenya yang indah dan asapnya yang menyesakkan (Part 2: Overland Jawa Timur )
Table of Contents
Paltuding ini adalah post terakhir sebelum kita memulai hiking ke Ijen, disini sebenarnya ada pos penjagaan dan pembelian tiket tapi sepertinya sedang tutup, berdasarkan papan pengumuman yang ada, ternyata ijen sedang ditutup untuk 'pendakian'. Medan trekking Ijen ini sudah bagus teksturnya tanah berpasir padat, jalanannya cukup lebar tapi agak menanjak, team kita butuh extra kerja keras khususnya 2 teman kita yang tampak ngos ngosan saat penanjakan dan sebagai rekan yang baik, tentunya kita setia menunggu. Entah sudah berapa grup yang melewati kita khusnya bule bule, mereka seolah olah jalan di mall aja, sambil ngobrol ngobrol pula bahkan ada yang gosipin kami juga, sebel kalo aku ga kecapekan udah gua jewer aja tuh kuping orang. Saking kesalnya pas ada cowok nanya kita dari mana kita jawab ngasal "dari bawah mas", tapi untunglah sampai juga kita diatas dengan record 2 jam 20 menit (not too bad).
Tidak puas dengan hasil photo yang kurang dekat, kami turun lebih mendekat dan decakan kagum tak berhenti mengalir sampai tiba tiba arah angin berubah menghembuskan asap belerang ke arah penonton yang masih terpana dan mendadak rombongan kocar kacir berusaha menjauh dari hembusan asap, saat asap masuk ke dada rasanya begitu sakit dan perih, mata pun perih sekali untung masih membawa pertolongan pertama, tissue dibasahi dengan air dan bernapas biasa dari tissue tersebut, lebih bagus lagi sebenarnya sapu tangan/kain. Aku masih sempat melihat beberapa bule duduk manis di dekat sumber blue fire sementara kami sibuk menyelamatkan diri.
Kita berlima tercerai berai, tapi yakin semua pasti baik baik aja (pede). Setelah ada incident yang hanya sebentar tapi berhasil membuat chaos itu berlalu, orang orang pun mulai berjalan dengan santai dan aku bisa melihat yang lainnya kecuali Ani, untunglah setelah sampai diatas kawah Ani sudah menunggu kami. Untuk melihat sunrise kita harus naik sedikit lagi ke atas bukit, tetapi waktu kami tidak cukup lagi untuk mengejar sunrise apalagi kaki Prita tadi sempat kram parah pasti jalannya juga harus agak pelan jadi kami memutuskan tidak naik, photo photo saja di dekat kawah, dan mungkin cuaca memihak kami karena ternyata agak mendung dan sunrisenya tidak sempurna, hanya semburat jingga yang menghiasi langit, mataharinya tertutup awan.
Pada saat turun ketemu lagi dengan mas yang negur tadi subuh dan kita akhirnya berbincang bincang dalam perjalanan pulang ke Paltuding, ternyata mas Adi ini guide di tempat ini dan biasanya membawa rombongan bule.
Saat turun kami menjadi agak 'terkenal', banyak yang tiba tiba menyapa kami padahal kami nggak kenal. "Temannya mana mba?" "Tadi yang cewek berlima kan" Duch perasaan campur aduk deh. Sambil kaki nya Prita "disetrum" sama mas Adi kami sarapan di warung di Paltuding. Harga fried banana dan pisang goreng beda ya, jadi jangan coba coba order fried banana mending pesang pisang goreng aja, jauuuuuuh lebih murah.
Baca juga : Taman Nasional Baluran
Post a Comment