Saksi Bisu Bencana Tsunami Aceh

Table of Contents
Hari ini kami akan terbang ke Banda Aceh dan langsung melanjutkan perjalanan ke Sabang. Perjalanan hostel - airport cuma memakan waktu sekitar 20 menit dengan mobil, sangat cepat. Iya, pagi ini kami memang naik mobil bukan public transport ke bandara, bukan karena manja atau malas tetapi lebih efesien dan secara biaya juga lebih murah. Cukup dengan RM 100 untuk berempat kami sudah sampai airport, sedangkan kalau naik LRT + KL Express harganya lebih mahal.
Bandara Iskandar Muda Banda Aceh


Kami sampai di Bandara Iskandar Muda Banda Aceh sekitar pukul 12.30pm, antrian di Imigrasi sudah lumayan panjang karena counter "Indonesian Passport" yang dibuka hanya 1, belum lagi posisinya yang tepat dibawah escalator sehingga memblock orang yang akan turun. Untunglah setelah counter yang lain dibuka antrian baru mulai bergerak lancer. Sepertinya letak Imigrasi ini perlu dipindahkan agar posisinya tidak langsung dibawah eskalator jadi antrian akan lebih cepat

Kami belum membooking mobil karena niat awalnya ingin naik DAMRI, tetapi ternyata jadwal DAMRI di kota ini belum teratur seperti di Jakarta dan  ternyata setelah dihitung hitung biayanya lebih tinggi dibanding sewa mobil. Mobil bias disewa di airport, tetapi sebaiknya kita tahu range harga agar bisa nego.

Supir mobil yang ada di bandara ini menurut saya lebih agresif dalam menawarkan jasa mereka. Mereka mengikuti kemana kita jalan, berhenti saat kita berhenti, seolah olah takut akan kehilangan kita. Dan kalau ada supir lain yang bermaksud menawarkan jasa, dia yang merasa lebih berhak akan teriak dan seolah system disini memang seperti itu, supir yang lain itu akan menjauh. mengikuti kita bahkan menguping pembicaraan kita.
Related Article : Super Agresive Driver

Setelah deal dengan harga sewa mobil (Rp. 200.000 untuk 3 jam), kami makan siang "Ayam Tangkap" di warung makan "Aditya-Balean" tidak jauh dari bandara.  Pengunjungnya lumayan ramai (berarti enak, iyakan?), pelayanannya juga  sangat cepat, tidak sampai 20 menit orderan kami sudah sampai di diatas meja dan yang terpenting harganya tidak mahal.
Ayam  Tangkap - Aceh
Sebelum ke pelabuhan, kita akan mampir ke beberapa monument saksi bisu bencana Tsunami di Aceh pada tahun 2004 lalu yaitu kuburan massal Siron dan PLTD Apung yang letaknya searah dengan pelabuhan.
Siron Kuburan Massal Tsunami
Jangan bayangkan kalau kuburan massal ini akan terdapat nisan seperti komplek kuburan pada umumnya. Kuburan massal ini hanya berupa lahan kosong yang dengan rerumputan hijau yang dirawat rapi, sekelilingnya dipagar besi, didalamnya terdapat beberapa saung saung yang dilengkapi dengan buku doa bagi masyarakat/keluarga yang ingin berdoa bagi para korban. Tidak ada uang masuk ditempat ini, hanya berupa kotak sumbangan seikhlasnya dan untuk memasuki tempat ini harus menggunakan pakaian sopan (rok/celana panjang dan penutup kepala bukan topi). Di tempat ini ini terdapat  sekitar 46.718 jiwa korban tsunami.
Siron Kuburan Massal Tsunami
PLTD Apung merupakan kapal generator listrik milik PLN yang terdampar ke daratan waktu tsunami dan karena biaya untuk menderek lebih besar dari biaya untuk mendapatkan kapal baru maka kapal tersebut dibiarkan dan dijadikan sebagai "monumen" tsunami dan didalamnya dibuat sebagai museum. Tidak ada bayaran untuk masuk ke tempat ini, hanya sumbangan sukarela yang di box yang sudah disediakan oleh panitia.
PLTD Apung - Aceh
Kami sampai di Ulee Iheue setengah jam sebelum jadwal keberangkatan kapal cepat tetapi untungnya antrian tidak panjang karena bukan musim liburan panjang. Mungkin saat itu belum begitu banyak turis wanita local dengan backpack dipunggung (mungkin ditambah sedikit mentel), sehingga bapak bapak berseragam petugas kapal dan juga penjaga counter tiket begitu ramah melayani kami bahkan sampai mengantarkan ke kapal seperti tamu VIP plus dikasi no handphone jika ada masalah dengan tiket kami (padahal awalnya cuma ngodain mas penjaga counternya).   Lama perjalanan dengan kapal cepat sekitar 45 menit dengan biaya Rp.75.000 untuk kelas Executive. Ingginnya naik kelas ekonomi atau bisnis biar murah tapi katanya sudah habis padahal kita tidak masalah untuk duduk di tangga atau anjungan di belakang kapal.

Bang Har, supir yang sudah kami booking sebelumnya sudah menunggu di pelabuhan Balohan Sabang dan kami pun meluncur ke pusat kota untuk membeli makanan kecil buat stock di Iboih. Jalanan di Sabang ini sangat bagus, diaspal hitam dan lumayan lebar padahal tidak banyak kendaraan yang lalu lalang, sangat sepi bahkan.
Taman Wisata Kuliner Sabang
Menikmati sunset di tepi pantai sambil minum air kelapa dan makan sate gurita adalah satu hal yang bisa kamu nikmati di Sabang Fair, terdapat beberapa joglo di sepanjang pantai bagi yang ingin duduk lesehan atau di kursi plastic bagi yang ingin duduk lebih dekat ke tepi pantai.
Sabang Fair
Matahari sudah lama terbenam saat kami sampai di Iboih dan di tengah gelap tanpa penerangan lampu jalan kami harus bejalan sekitar 15 menit lagi dari dermaga Teupin Layeu. Ditemani cahaya senter kami mulai berjalan di jalan kecil menanjak ke homestay O'ong yang katanya tidak jauh dari Iboih Inn dan Yulia hostel. Kak Ros orangnya ramah dan suka bercerita, belum lama kami duduk di balkon  rumah utama kami seperti sudah lama berada disini, sudah dapat gossip mengenai orang local dan juga informasi lainnya.

Kamar kami bersih dan lumayan luas walau terkesan sudah agak tua, disi 1 ranjang kingsize dan 1 tambahan extra bed di lantai, dilengkapi dengan toilet didalam yang sangat luas. Di depan kamar terdapat hammock buat bersantai dan dengan posisi kamar yang dekat dan menghadap laut, dari kamar  kita bisa mendengar suara ombak mengempas bebatuan di tepi pantai. Dengan harga kamar yang lumayan ramah apa lagi yang bisa kamu harapkan?

2 comments

Comment Author Avatar
October 2, 2015 at 10:59 AM Delete
nice-nice :D kapan ya bisa main-main ke aceh~ pengen banget ke Sabang nih! :D
Comment Author Avatar
natalenaputri
August 5, 2016 at 3:59 PM Delete
mau murah terbang dari malaysia